Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI LUBUK SIKAPING
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2023/PN Lbs BULKAINI Pgl H. KINI KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA Cq. POLDA SUMATERA BARAT Cq.DITRESKRIMUM POLDA SUMATERA BARAT Minutasi
Tanggal Pendaftaran Selasa, 06 Jun. 2023
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2023/PN Lbs
Tanggal Surat Selasa, 06 Jun. 2023
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1BULKAINI Pgl H. KINI
Termohon
NoNama
1KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA Cq. POLDA SUMATERA BARAT Cq.DITRESKRIMUM POLDA SUMATERA BARAT
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

 

  1. PEMOHON DITETAPKAN SEBAGAI TERSANGKA, AKAN TETAPI TERUS-MENERUS DILAKUKAN PENYIDIKAN;
    1. Bahwa Pemohon ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak Kepolisian, apakah sudah termenuhinya penetapan Tersangka secara sah berdasarkan Pasal 183 dan 184 KUHAP yang mengatur bahwa untuk menentukan pidana kepada terdakwa, kesalahannya harus terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Ataupun apakah sudah ada pemberitahuan yang sah kepada pihak keluarga ;
    2. Bahwa Termohon apakah sudah atau telah mengirim SPDP atas nama Bulkaini Pgl H. Kini;
    3. Bahwa Pemohon Bulkaini Pgl H Kini sudah ditetapkan sebagai Tersangka sejak Februari 2022 sampai diajukan Pra Peradilan ini pada Pengadilan Negeri Lubuk Sikaping, diduga melakukan tindak Pidana pasal 378 dan/atau Pasal 372 KUHPidana, sesuai dengan Laporan Polisi tanggal 6 Januari 2022 dengan Nomor: LP/B/04/I//2022/SPKT/Polda Sumatera Barat;
    4. Bahwa selanjutnya, penyidik telah menyatakan BULKAINI Pgl H KINI sebagai Tersangka diduga melakukan tindak Pidana pasal 378 Jo Pasal 372 KUHPidana, sesuai dengan Laporan Polisi tanggal 6 Januari 2022 dengan Nomor: LP/B/04/I//2022/SPKT/Polda Sumatera Barat. Untuk itu tindakan Penyidik yang demikian merupakan tindakan yang unprosedural, karena tidak memberikan lampiran surat – surat perintah yang sah dan tepat waktu baik dalam surat perintah dan tindakan yang sistematis dan koheren sehingga dengan demikian kekeliruan  penetapan tersangka terhadap Pemohon dapat dikategorikan cacat hukum dan tidak patuh terhadap Ketentuan dalam KUHAP dan atau telah terjadi perampasan hak asasi manusia .

 

  1. TERMOHON TIDAK CUKUP BUKTI DALAM MENETAPKAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA.
  1. Bahwa Termohon dalam menetapkan tersangka dalam dugaan Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan/atau Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polri Daerah Sumatera Barat Direktorat Reserse Kriminal Umum kepada Pemohon hanya berdasar pada Keterangan Saksi-saksi tanpa bukti tambahan/bukti pendukung lainnya sebagai penguat atau bisa disebut  tanpa didukung dengan alat bukti sah lainnya;
  2. Bahwa sebagaimana diketahui telah di lakukan penetapan tersangka, apakah sudah terpenuhinya alat bukti permulaan yang cukup dan sah menurut hukum, yaitu Minimal 2 (dua) Jenis Alat Bukti, (Vide, Pasal 183 dan 184 KUHAP);
  3. Bahwa berdasar pada Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU-XII/2014 Frasa “Bukti Permulaan”, Frasa “ Bukti Permulaan Yang Cukup” dan “Bukti Yang Cukup ” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP oleh Mahkamah Konstitusi dinyatakan harus dimaknai sebagai “ minimal dua alat bukti” sesuai dengan pasal 184 KUHAP.
  4. Bahwa berdasarkan pada Silogisma Hukum dan argument-argument tersebut, maka Pemohon ragu terhadap terpenuhinya 2 (dua) alat bukti yang dimiliki oleh Termohon dalam hal menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dalam dugaan Penipuan dan/atau Penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan/atau Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polri Daerah Sumatera barat Direktorat Reserse Kriminal Umum kepada Pemohon, mengingat dalam pemeriksaan harus dengan bukti yang relevan, termohon selalu mendasarkan pada alat bukti yang sebelumnya telah dinyatakan belum lengkap;
  5. Berdasarkan pada uraian tersebut, maka tindakan Termohon yang tidak memenuhi minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU-XII/2014, maka dapat dinyatakan tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.

                                        

  1. PERMASALAHAN ANTARA PELAPOR PEMOHON BULKAINI Pgl H. KINI MURNI MERUPAKAN HUBUNGAN HUKUM KEPERDATAAN
  1. Bahwa hubungan  antara Pelapor dengan Pemohon (Bulkaini) bermula sewaktu Pemohon menjual sebidang tanah perkebunan seluas kurang lebih 6 (enam) hektar yang terletak di Bukit Banio Kampuang Ateh Batu Jorong Tarantang Tunggang Nagari Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat;
  2. Bahwa kepemilikan sebidang tanah perkebunan seluas 6 (enam) hektar sebagaimana diuraikan pada Point 1 (satu) diatas tersebut berdasarkan adanya SURAT KETERANGAN HIBAH TANAH dari an. NASRUL kepada MIPIH dan SIRAT tanggal 13 Oktober 2009, yang mana MIPIH merupakan Istri Pemohon dan SIRAT merupakan anak kandung Pemohon;
  3. Bahwa SURAT KETERANGAN HIBAH TANAH dari an. NASRUL kepada MIPIH dan SIRAT tanggal 13 Oktober 2009 tersebut sebelumnya pemohon ada memperlihatkan kepada DEMI BAKRI pgl DEM (Pelapor);
  4. Bahwa kesepakatan antara Pemohon dengan Demi Bakri Pgl Dem, setelah Demi Bakri Pgl Dem menyerahkan uang tunai dengan total Rp. 190.000.000, - ( seratus Sembilan puluh juta rupiah ) kepada Pemohon, selanjutnya Pemohon langsung menyerahkan sebidang tanah perkebunan seluas kurang lebih 6 ( enam ) hektar yang terletak di Bukit Banio Kampuang Ateh Batu Jorong Tarantang Tunggang Nagari Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat kepada Demi Bakri Pgl Dem, dan Demi Bakri pgl Dem menggarap ataupun menanam Durian pada tanah tersebut, dan jika telah selesai menanam durian barulah DEMI BAKRI pgl DEM melunasi sisa pembayaran senilai Rp. 50.000.000,- (limapuh juta rupiah) kepada Pemohon;
  5. Bahwa berkaitan dengan Kwitansi tanggal 23 Juli 2021 tersebut, Pemohon tandatangani dalam keadaan kosong, dan Pemohon juga merasa ditipu oleh Demi Bakri pgl Dem;
  6. Bahwa selanjutnya, pemohon jelaskan bahwa Surat Keterangan Hibah dari MIPIH kepada DARSIMAN ialah bukti jika Pemohon telah menjual tanah perkebunan seluas 6 (enam) hektar tersebut kepada DEMI BAKRI Pgl DEM, karena Surat Hibah tersebut dari Istri Pemohon kepada DARSIMAN, kemudian DARSIMAN ialah orang yang membeli tanah perkebunan seluas 6 (enam) Hektar tersebut melalui DEMI BAKRI;
  7. Bahwa DARSIMAN ialah orang yang sebenarnya membeli lahan tanah perkebunan seluas 6 (enam) hektar tersebut, tetapi karena DARSIMAN berada di Malaysia dia menyerahkan kepada DEMI BAKRI Pgl DEM untuk membeli lahan seluar 6 (enam) hektar tersebut dari Pemohon;
  8. Bahwa sebelum serah terima uang, Demi Bakri tidak ada mengatakan bahwa Demi Bakri akan memasukkan alat berat Eksavator ke Tanah Perkebunan tersebut;
  9. Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, maka tidak dapat dikatakan Pemohon dapat kenakan Pasal-Pasal dalam dugaan Penggelapan atau Penipuan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan atau Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

 

  1. PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA MERUPAKAN TINDAKAN KESEWENANG-WENANGAN DAN BERTENTANGAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM
  1. Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak azasi manusia (HAM) sehingga azas hukum presumption of innosence atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, negarapun telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan.
  2. Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama  dari hukum. Apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum semejak Montesquieu memgeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu
  3. Bahwa sebagaimana telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penetapan tersangka Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku.
  4. Bahwa apabila sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan A Quo sebagaimana diulas panjang lebar dalam alasan Permohonan Praperadilan ini, dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut :
  •       “Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah”
  •       Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan

Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan Pemohon sebagai tersangka yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka Yang Mulia Hakim Pengadilan Negeri Lubuk Sikaping yang memeriksa dan mengadili perkara A quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.

 

III. PETITUM

Berdasarkan pada argument dan Silogisma hukum diatas, Pemohon mohon kepada Yang Mulia Hakim Pengadilan Negeri Lubuk Sikaping yang memeriksa dan mengadili perkara A quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :

  1. Menyatakan diterima permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai tersangka dengan dugaan tindak pidana Penipuan dan/atau Penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan/atau Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polri Daerah Sumatera Barat Direktorat Reserse Kriminal Umum adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
  3. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri Pemohon oleh Termohon;
  4. Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada Pemohon;
  5. Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
  6. Menghukum Termohon membayar kerugian Materil dan Moril sebesar Rp. 100.000.000,- ( Seratus juta rupiah )
  7. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.

 

Pemohon sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Mulia Hakim Pengadilan Negeri Lubuk Sikaping yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara A quo  dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran demi tegaknya hukum dan rasa kemanusiaan.

Apabila Yang Mulia Hakim Pengadilan Negeri Lubuk Sikaping  yang memeriksa Permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Pihak Dipublikasikan Ya